Kamis, 27 Juni 2013

Memahami Makna Semiotik “Burung” Lelaki


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia halaman 1029 kata “Semiotik” diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Kaitannya dengan sistem tanda ini Allah swt. berfirman dalam Q.S.Al-Baqarah ayat 26 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orangyang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yangkafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?”. Dengan (perumpamaan)itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orangyang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan(perumpamaan) itu selain orang-orang fasik.


Ayat diatas sejalan dengan Q.S. Ali Imran ayat 191 yang artinya  “……Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”. BahkanQ.S. Al-Dzariyat ayat 20-21 dengan jelas sekali menjelaskan sistem tandatersebut. Pada ayat  ini dinyatakan “Dandi bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yangyakin,  dan (juga) pada dirimu sendiri.Maka apakah kamu tidak memperhatikan?.

Menurut Semiotika semua kreasi Allah akan tubuh manusia tidak lepas dari sistem tanda. Untukitu makna harus dilahirkan. Mengapa Allah memberikan manusia dua telinga dansatu mulut?. Tentu memiliki makna  agarmanusia lebih bijak dalam memahami persoalan. Misalnya yang sering didengar (1) membiasakan diri memberikan udara psikologis kepada orang yang berbicara karena yang sedang berbicara akan merasadimengerti secara mendalam, (2) mengingatkan kita bahwa kebanyakan orang ahliberbicara, tetapi sulit untuk mendengarkan orang lain, (3) membiasakan diri memberi informasi dan data yang akurat sebelum menanggapi sesuatu.  Karena itu dalam pepatah Arab dinyatakan“Fakkir qabla an Ta’jima”.
Begitupula dalam penciptaan “burung” lelaki terkandung makna simbolis bagi kehidupanmanusia dalam bermasyarakat. Menurut penuturan K.Y. Loh dari Universitas Taiwansebagaimana yang dikutip  oleh BermawiMunthe bahwa “burung” lelaki memiliki sistem tanda yang dapat dijadikaninspirasi dalam berdialog dan berdiskusi bahkan dalam kepemimpinan. Menurutnya sistem tanda “burung” lelaki yang dapat dikembangkan dalam berdiskusi adalah : Pertama,Tidak pernah menonjolkan diri. Secara fisik ia selalu menyembunyikan diri,fokus dan khusus pada pekerjaannya, tidak cari muka apalagi menebar pesona.Dalam sejarah Islam perilaku seperti ini dicontohkan oleh para imam mazhab.Mereka tidak ada yang merasa paling benar, setiap mengkahiri karyanya senantiasa menyebut “Wa Allahu A’lam bi as-Sawab”. Kedua, Ada saatnya keras ada saatnya menahan diri.  Secara fisik ia dapat mengeras dan dapat lembek, berlaku lembut saat yang tepat dan berlaku tegas pada saat yang tepatpula. Para ulama telah memberikan contoh yangluar biasa agar setiap muslim bisa menahan diri jika timbul perbedaan, misalnyasalah seorang Kyai dari Tebuireng mengharamkan memakai beduk dan kentongan.Suatu ketika kyai Tebuireng bersilaturrahmi ke Pondok Tremas Pacitan. Padahaldi Pondok Tremas menggunakan beduk dan kentongan. Karena ingin menghormati tamupara santri diminta menyembunyikan beduk dan kentongan. Ketiga, Menyerangpihak lawan dengan memberi kenyamanan. Secara fisik ia merupakan alat strategi pencapaian tujuan atau hasil secara efisien dan efektif, membuat orang lainbermartabat sebagai manusia, mengkritik orang lain secara fair dan sehat, tidakmenjatuhkan orang lain karena alasan tidak suka, bahkan membuat kawan menjadimusuh baru. Keempat, Menciptakan pergesekan yang dapat membahagiakansemua pihak.  Secara fisik ia bergerakdalam proses pemberi kenikmatan fisik syahwati, tidak menciptakan pergesekanyang menyakitkan hati atau memposisikan diri sebagai orang yang paling ahli. Kelima,Setelah sukses mencapai target tidak menjadi sombong dengan cara mengecilkan diri. Secara fisik setelah difungsikan ia akan lembek dan lemas, hasil-hasil yang dicapai tidak membuat “besar kepala”,  justeru rendah hati.  
Akhirnya semoga sekilas makna semiotik “anu”nya lelaki di atas dapat dijadikan pegangan dalam berdiskusi ke depan. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.


Burung Angkasa, 18 Syakban 1434/27 Juni 2013,pukul 03.30


Susiknan Azhari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar