Selasa, 04 Maret 2014

Kumpulan DIskusi Uang Kertas

Apakah Uang Kertas Haram?
Asslamualaikum

Pak ustad, apakah uang kertas yang kita gunakan sehari-hari itu haram ? Seberapa pentingkah kita menggunakan kembali uang dinar dan dirham ?

Terima kasih

Wassalamualaikum

Jawaban
Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuhSebenarnya yang lebih tepat kita katakan bahwa uang kertas itu tidak haram. Karena memang tidak ada dalil atau alasan syar'i untuk mengharamkan uang kertas.


Kalau kita keluarkan fatwa bahwa uang kertas itu tiba-tiba hukumnya haram, terus bagaimana kita bisa bertransaksi dan ekonomi sekarang ini? Apa kita harus kembali ke masa lalu dengan cara barter, yaitu tukar menukar barang dengan barang? Tentu tidak mungkin, bukan?

Kalau pun sekarang ini tiba-tiba kita harus pakai logam mulia seperti emas dan perak, juga ada banyak masalah. Salah satunya saat ini cadangan emas dunia tidak cukup untuk digunakan sebagai alat transaksi, selain juga sangat tidak praktis.

Bayangkan kalau kita mau beli es cendol di pinggir jalan, dan tidak boleh bayar pakai duit kertas lima ribuan karena  harus bayar pakai emas, bagaimana cara membayarnya?

Masak tukang bakso, tukang somay, tukang ojek, tukang mie ayam, joki tri-in-one harus dibayar pakai emas? Bagaimana caranya?

Ini hanya sekedar contoh, bahwa kembali kepada alat tukar emas dan perak bukan berarti selesai masalah. Sebab kedua alat tukar itu juga punya kelemahan, selain tentu juga punya kelebihan.

Di Balik Tragedi Uang Kertas
Namun saya sepakat bahwa uang kertas yang kita gunakan ini memang mengandung banyak masalah. Saya rasa semua kita tentu sepakat akan hal ini. Kita juga sepakat bahwa kalau mau yang lebih baik, ke depan kita perlu kembali lagi memikirkan agar alat pembayaran dalam jual-beli itu kembali menggunakan emas dan perak, sebagaimana asalnya.

Namun perlu diberi catatan, bahwa uang dinar dan dirham itu bukan mata uang Islam. Sebab jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi utusan Allah, orang Arab Jahiliyah dan juga hampir semua bangsa non muslim di dunia saat itu juga sudah menggunakan kedua logam mulia itu untuk saling bertransaksi jual-beli.

Jadi tidak tepat kalau kita katakan bahwa uang dirham dan dinar itu adalah mata uang Islam. Yang benar adalah bahwa dinar dan dirham adalah alat tukar yang baik dan telah diakui penggunaannya oleh peradaban manusia sepanjang sejarah.

Rasulullah SAW sendiri tidak pernah menerbitkan mata uang atau logam coin emas dinar atau coin perak dirham. Beliau SAW tidak punya peninggalan dinar atau dirham. Namun beliau SAW sejak kecil sudah menggunakan keduanya, karena beliau SAW adalah pedagang, selain juga sebagai warga masyarakat dunia yang secara bersama-sama menggunakan dinar dan dirham.

Uang di Masa Rasulullah SAW

Di masa Rasulullah SAW dan berabad-abad kemudian, emas dan perak masih berlaku sebagai alat tukar yang sah dan diakui di semua negara dan berbagai peradaban dunia, tanpa harus menunggu keputusan dan nilai kurs yang berlaku.
Sebab emas dan perak adalah alat tukar yang bersifat universal, tidak terikat dengan keadaan politik, sentimen pasar dan masalah lainnya.
Pengganti Dinar dan Dirham
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat atau perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya.
Tragedi Uang Fiat
Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
Pada zaman koin emas masih digunakan, terdapat kesulitan yang ditimbulkan yaitu kebutuhan atas tempat penyimpanan emas yang cukup besar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bermunculan jasa titipan koin emas (gudang uang) yang dilakukan oleh tukang emas.
Masyarakat menitipkan koin mereka ke gudang uang, dan pemilik gudang uang menerbitkan "kuitansi titipan (nota)" yang menyatakan bahwa mereka menyimpan sekian koin emas dan koin tersebut dapat diambil sewaktu-waktu. Tentu saja jasa tersebut ada biayanya.
Dengan berlalunya waktu dan semakin banyak nota titipan beredar, masyarakat menyadari bahwa mereka dapat melakukan transaksi jual beli hanya dengan menggunakan nota tersebut. Hal ini disebabkan karena mereka, para pemilik nota dan pedagang percaya bahwa mereka dapat mengambil koin emas di gudang uang sesuai jumlah yang tertera di nota titipan. Mereka percaya bahwa nota tersebut dijamin oleh koin emas yang benar.
Sampai titik ini, mungkin bisa dianggap "tidak ada masalah" karena jumlah nota beredar, dibackup sesuai dengan jumlah koin emas yang ada di gudang uang.
Ketamakan
Tapi, semua mulai berubah saat ketamakan itu datang. Seiring berjalannya waktu, pemilik gudang uang menyadari secara empiris bahwa, tidak semua orang akan mengambil seluruh simpanannya dalam jangka waktu yang sama.
Katakanlah, dalam suatu waktu, hanya 10% dari total koin yang diambil oleh pemiliknya. Sisanya 90%, menumpuk, menganggur, menunggu bisikan untuk dipergunakan.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemilik gudang uang mulai -secara diam-diam meminjamkan koin emas yang menumpuk tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan modal dengan cara menerbitkan nota kosong, seolah-olah dijamin oleh emas, padahal tidak sama sekali, karena yang digunakan adalah koin emas para nasabah yang menitipkan emasnya.
Inilah awal dari istilah "menciptakan uang dari udara kosong". Selain meminjamkan, tentu mereka menarik bunga atas pinjaman tersebut.
Bank Fractional
Nota kosong pun beredar layaknya nota asli. Karena pemilik gudang mengatur sedemikian rupa supaya jumlah total nota kosong yang beredar tidak melebihi jumlah koin emas yang diambil oleh pemilik koin emas dari cadangan emas di gudang, sistem ini berlangsung terus menerus tanpa disadari. Inilah cikal bakal Bank Fractional.
Namun, karena jumlah total nota, baik yang asli ditambah yang palsu beredar sebenarnya melebihi jumlah emas sesungguhnya yang tersimpan di gudang uang, efek inflasi terjadi dan harga-harga merangkak naik secara tidak wajar.
Masyarakat mulai resah dan ada yang mulai menyadari sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Mereka pun mulai mengambil simpanan emas mereka dari gudang berdasarkan nota yang mereka miliki.
Namun apa yang terjadi?
Karena nota asli dan palsu sama sekali tidak dapat dibedakan, hanya mereka yang datang di awal-awal saja yang dapat mengklaim emasnya. Sementara mereka yang datang terlambat, sama sekali tidak dapat mengklaim emasnya karena memang sudah tidak ada atau sudahhabis. Inilah contoh awal dari kolapsnya Bank.
Sampai tahun 1971, seluruh negara di dunia sebenarnya masih menggunakan sistem uang kertas berbasis emas (atau dolar, karena dolar menjadi mata uang kunci yang dikaitkan kepada emas).
Tetapi setelah tahun 1971, hal yang jauh lebih buruk terjadi. Sistem uang kertas dilepas dari emas sehingga menjadi benar-benar uang kertas dalam arti kertas sesungguhnya, yaitu kertas yang dicetak begitu saja lalu dianggap sebagai uang dan tidak dijaminkan dengan emas apapun. Inilah yang disebut dengan uang fiat (fiat money).
Semua bermula dari dibatalkannya perjanjian Bretton Wood oleh Amerika. Perjanjian Bretton Wood dimulai tahun 1945. Perjanjian ekonomi ini dilakukan setelah Perang Dunia kedua. Pada masa itu, akibat perang, negara-negara di Eropa mengalami kebangkrutan (defisit) finansial akibat pembiayaan perang. Sebaliknya Amerika Serikat (AS) memiliki cadangan emas yang luar biasa melimpah, senilai $25 Milyar.
Karena kekayaan melimpah tersebut, Amerika dengan leluasa membuat perjanjian Bretton Wood yang pada intinya adalah mengkaitkan nilai dolar senilai $1=1/35 ons emas, serta menjadikan dollar sebagai mata uang kunci di dunia, sehingga semua negara wajib menggunakan dollar atau emas sebagai devisa.
Sebagai tambahan, dalam masa ini, rakyat Amerika dilarang mengklaim (menukarkan) dolarnya dengan emas. Emas dari klaim dolar hanya boleh beredar antara bank central dan pemerintah negara. Emas kini menjadi uang antar pemerintahan.
Selama beberapa waktu sistem ini bertahan dan berjalan lancar. Amerika yang kaya raya memiliki ruang untuk melakukan kebijakan yang inflatif, mulai mencetak dolar melebihi jumlah cadangan emasnya.
Selama beberapa waktu, hal ini terjadi, efek inflasi yang dihasilkannya membuat beberapa negara Eropa khawatir apakah Amerika dapat membayar emas-nya. Dimulai oleh Perancis yang mulai mengklaim emas atas cadangan dollar yang dimilikinya, negara-negara lain pun mulai ikut mengklaim emas mereka sehingga emas pun mengalir dari Amerika ke negara-negara lain.
Selama beberapa tahun, kejadian ini membuat stok emas AS menipis hingga tersisa sekitar $ 9 Milyar. Dengan cadangan yang berkurang jauh tersebut, Amerika khawatir mereka tidak dapat lagi memenuhi janjinya untuk membayar 1 ons emas dengan harga $35, karena banyaknya jumlah dollar yang beredar. Apalagi negara-negara lain terus mengklaim emas mereka.
Akhirnya, pada tahun 1971 AS secara sepihak membatalkan perjanjian Bretton Wood dan mulai menetapkan kebijakan uang fiat. Uang fiat ini, karena sejatinya tidak bernilai dan tidak ada yang mau menggunakannya, maka dibuatlah undang-undang yang disebut Legal Tender. Sebuah undang-unang yang memaksa rakyat suatu negara untuk menerima penggunaan uang fiat.
Kebijakan uang fiat tersebut akhirnya diikuti pula oleh seluruh negara di dunia. Seluruh mata uang resmi negara di dunia sekarang ini adalah uang fiat yang sama sekali tidak dibackup berdasarkan apa pun, kecuali kekuatan politik dan militer negara tersebut.
KesimpulanJadi kesimpulannya, kita sepakat bahwa uang kertas yang berlaku sekarang ini memang didesain oleh kekuatan raksasa yahudi demi mengusai dunia. Dan kita punya tanggung jawab untuk mengembalikan kembali uang kertas ini menjadi seperti semula, yaitu emas dan perak.

Namun caranya bukan berarti kita membuat hukum sembarangan dengan memvonis uang kertas itu haram. Karena cara itu tidak menyelesaikan masalah. Sama saja dengan kita bilang bahwa haram punya uang dolar atau haram bertransaksi dengan dolar.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar