Kalau kita mengamati dengan seksama, perdebatan orang-orang Wahhabi
dengan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, akan mudah kita simpulkan,
bahwa kaum Wahhabi seringkali mengeluarkan vonis hukum tanpa memiliki
dasar ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Bahkan tidak jarang,
pernyataan mereka dapat menjadi senjata untuk memukul balik pandangan
mereka sendiri. Ustadz Syafi’i Umar Lubis dari Medan bercerita kepada
saya.
“Ada sebuah pesantren di kota Siantar, Siamlungun, Sumatera Utara.
Pesantren itu bernama Pondok Pesantren Darus Salam. Setiap tahun, Pondok
tersebut mengadakan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengundang sejumlah ulama dari berbagai daerah termasuk Medan dan Aceh.
Acara puncak biasanya ditaruh pada siang hari. Malam harinya diisi
dengan diskusi. Pada Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahun
2010 ini saya dan beberapa orang ustadz diminta sebagai pembicara dalam
acara diskusi. Kebetulan diskusi kali ini membahas tentang Salafi apa
dan mengapa, dengan judul Ada Apa Dengan Salafi?
Setelah presentasi tentang aliran Salafi selesai, lalu tibalah sesi
tanya jawab. Ternyata dalam sesi tanya jawab ini ada orang yang
berpakaian gamis mengajukan keberatan dengan pernyataan saya dalam
memberikan keterangan tentang Salafi, antara lain berkaitan dengan
ta’wil. Orang Salafi tersebut mengatakan: “Al-Qur’an itu diturunkan
dengan bahasa Arab. Sudah barang tentu harus kita fahami sesuai dengan
bahasa Arab pula”. Pernyataan orang Salafi itu, saya dengarkan dengan
cermat. Kemudian dia melanjutkan keberatannya dengan berkata: “Ayat-ayat
al-Qur’an itu tidak perlu dita’wil dan ini pendapat Ahlussunnah”.
Ta’wil tehadap teks-teks mutasyabihat telah dilakukan oleh para ulama
salaf, di antaranya Imam Malik bin Anas, Imam Ahmad bin Hanbal, dan
lain-lain. Akan tetapi kaum Wahhabi sering kali mengingkari fakta-fakta
tersebut dengan berbagai macam alasan yang tidak ilmiah dan selalu
dibuat-buat.
Setelah diselidiki, ternyata pemuda Salafi itu bernama Sofyan. Ia
berprofesi sebagai guru di lembaga As-Sunnah, sebuah lembaga pendidikan
orang-orang Wahhabi atau Salafi. Mendengar pernyataan Sofyan yang
terakhir, saya bertanya: “Apakah Anda yakin bahwa al-Imam al-Bukhari itu
ahli hadits?”Sofyan menjawab: “Ya, tidak diragukan lagi, beliau seorang
ahli hadits.”
Saya bertanya: “Apakah al-Bukhari penganut faham Ahlussunnah
Wal-Jama’ah?” Sofyan menjawab: “Ya.” Saya berkata: “Apakah al-Albani
seorang ahli hadits?” Sofyan menjawab: “Ya, dengan karya-karya yang
sangat banyak dalam bidang hadits, membuktikan bahwa beliau juga ahli
hadits.” Saya berkata: “Kalau benar al-Bukhari menganut Ahlussunnah,
berarti al-Bukhari tidak melakukan ta’wil. Bukankah begitu keyakinan
Anda?” Sofyan menjawab:“Benar begitu.”
Saya berkata: “Saya akan membuktikan kepada Anda, bahwa al-Bukhari juga
melakukan ta’wil .” Sofyan berkata: “Mana buktinya?” Mendengar
pertanyaan Sofyan, saya langsung membuka Shahih al-Bukhari tentang
ta’wil yang beliau lakukan dan memberikan photo copynya kepada anak muda
itu. Saya berkata: “Anda lihat pada halaman ini, al-Imam al-Bukhari
mengatakan:
بَابُ – كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ اَيْ مُلْكَهُ.
Artinya, “Bab tentang ayat : Segala sesuatu akan hancur kecuali Wajah-Nya, artinya Kekuasaan-Nya.”
Nah, kata wajah-Nya, oleh al-Imam al-Bukhari diartikan dengan mulkahu, artinya kekuasaan-Nya.
كل شيئ هالك الا وجهه. الا ملكه. ويقال الا ما اريد به وجه الله
Artinya: “Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya”, maksudnya
adalah“Kecuali kekuasaan-Nya. Dan ada pendapat lain yang mengatakan
“Kecuali yang ditujukan untuk mendapatkan balasan Allah”. (Lihat Shahih
Al Bukhari Juz 3 halaman 171).
Apa yang dilakukan Al Bukhari di atas jelas merupakan Ta’wil terhadap
firman Allah. Ini berarti Akidah Imam Al Bukhari sama dengan Akidah
mayoritas Ummat Islam.
“Kalau begitu al-Imam al-Bukhari melakukan ta’wil terhadap ayat ini.
Berarti, menurut logika Anda, al-Bukhari seorang yang sesat, bukan
Ahlussunnah. Anda setuju bahwa al-Bukhari bukan Ahlussunnah dan pengikut
aliran sesat?”.
Mendengar pertanyaan saya, Sofyan hanya terdiam. Sepatah katapun tidak
terlontar dari lidahnya. Kemudian saya berkata: “Kalau begitu, sejak
hari ini, sebaiknya Anda jangan memakai hadits al-Bukhari sebagai
rujukan. Bahkan Syaikh al-Albani, orang yang saudara puji itu, dan
orang-orang Salafi memujinya dan menganggapnya lebih hebat dari al-Imam
al-Bukhari sendiri. Al-Albani telah mengkritik al-Imam al-Bukhari dengan
kata-kata yang tidak pantas. Al-Albani berkata: “Pendapat al-Bukhari
yang melakukan ta’wil terhadap ayat di atas ini tidak sepatutnya
diucapkan oleh seorang Muslim yang beriman”. Inilah komentar Syaikh
Anda, al-Albani tentang ta’wil al-Imam al-Bukhari ketika menta’wil ayat:
بَابُ – كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ اَيْ مُلْكَهُ.
Dengan beraninya Syaikh Albani bertindak kurang ajar terhadap Imam
Bukhari dengan mengatakan bahwa hal tersebut tidak patut diucapkan oleh
seorang Muslim. Secara tidak langsung, seolah-olah al-Albani mengatakan
bahwa ta’wilan al-Imam al-Bukhari tersebut pendapat orang kafir (selain
Muslim).
http://wahabivssunni.blogspot.com/2012/05/tawil-imam-bukhari-membungkam-wahabi.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar