Sejarah Sistematika Nuzulul Wahyu
Oleh Aco Wahab
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Sejarah Penggagas Sistematika Nuzulul Wahyu
Sebelum masuk
mengupas sejarah lahirnya sistematika nuzulul wahyu, ada baiknya jika terlebih
dahulu mencoba mengenal pribadi penggagas manhaj sistematika nuzulul wahyu,
agar kita dapat mengetahui latar belakang lahirnya Sistematika Nuzulul Wahyu.
Riwayat Hidup Abdullah Said
Adalah Abdullah
Said penggagas Sistematika Nuzulul Wahyu, dengan nama Muhsin Kahar sebelum
Hijrah ke Balikpapan. Lahir tepat pada hari proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia hari jumat tanggal 17 Agustus 1945 di Lamatti Rilau, salah satu desa
dalam wilayah kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Sulsel).
Beliau pernah
menempuh studi di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Alauddin Makassar. Namun
hanya satu tahun mengikuti kuliah, lalu berhenti. Dalam buku Mencetak Kader
yang ditulis oleh Alm. Mansur Salbu “ sekedar mendapat predikat sarjana? Bukan
itu yang diperlukan. Walaupun pada waktu itu title sarjana sangat mahal, bisa
membuat orang besar kepala. Bagi Muhsin Kahar, lebih tepat kalau aktif di
organisasi, giat berdakwah, dan gencar membaca. Itulah yang menjadi alasannya
sehingga meninggalkan bangku kuliah.
Riwayat Organisasi Abdullah Said

1.
Pelajar
Islam Indonesia (PII) Makassar

1.
Pemuda
Muhammadiyah

1.
Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi)
BAB 2
ISI
2.1 Latar Belakang Lahirnya Sistematika Nuzulul Wahyu
Berawal
dari ketidakpuasan dengan hasil yang diperoleh dan ingin melakukan akselerasi
dalam da’wah Abdullah Said selalu berpikir dan merenung agar mencapai
peningkatan demi peningkatan. Sebagaimana tertulis dalam buku mencetak kader
halaman 267
“ Salah satu
upaya yang dilakukan adalah selalu mengintropeksi diri, mengevaluasi kembali
langkah-langkah yang telah ditempuh. Ungkapan yang sangat sering terdengar darinya, “jangan ada
detik berlalu tanpa membawa kemajuan”.
Dengan bekal
tekad seperti itu, Abdullah Said tidak pernah berhenti mencari kiat dan cara
untuk mengayun langkah lebih cepat. Alasannya, “Sebenarnya kita sangat
terlambat memulai pekerjaan ini sehingga kita harus melakukan percepatan.”
Ada sebuah
pertanyaan yang selalu menyeruak dalam benak Abdullah Said di sela-sela
kegiatan da’wah sejak masih di Makassar, apalagi setelah berada di Darul Hijrah
(Balikpapan) dengan kegiatan yang lebih intens, seperti tertulis dalam buku
Mencetak Kader halaman 268.
“Mengapa
Nabi Muhammad begitu cepat mencapai hasil sedangkan kita tidak? Dalam jangka 23
tahun Nabi betul-betul dapat merampungkan hal-hal yang mendasar dalam
perjuangan. Berhasil merubah peta sejarah. Berhasil merombakkultur jahili
menjadi kultur islami. Kita sudah berapa kali 23 tahun, belum ada perubahan
yang signifikan ke arah perbaikan yang
kita buat. Padahal kalau berbicara tentang konsep perjuangan, bukankah Al-Quran
yang digunakan Nabi Muhammad SAW itu juga yang ada sekarang? Tanpa perubahan
sedikitpun. Kalau soal berpedoman pada Al-Quran, semua lembaga perjuangan Islam
mengaku Al-Quran sebagai pedomannya. Lalu dimana letak masalahnya?”
Dari
hasil berpikir dan perenungan tersebut terjawablah pertanyaan ini bahwa letak
kekeliruannya adalah pada cara mempelajari Al-Quran. Sebagaiman tertulis dalam
buku Mencetak Kader halaman 269
“Ketemulah
Kesimpulan bahwa rupanya letak kekeliruannya adalah pada cara mempelajari
Al-Quran. Mungkin karena mempelajari Al-Quran tidak berdasarkan urut-urutan
turunnya sehingga cara menyelaminya tidak sistematis. Cara seperti itu
seolah-olah juga menunjukkan kita tidak yakin dengan kebenaran metodeber-Islam
dan metode dakwah yang diajarkan ALLAH. Pasti bukanlah kebetulan kalau Al-Alaq
1-5 yang pertama diturunkan kemudian surat-surat yang lain. Pasti ada target
ALLAH subhanahu wa ta’ala di balik itu.”
Dari
kesimpulan tersebut Abdullah Said
mencari pembendaharaan referensi
yang mendukung sistematika nuzulul wahyu, juga meminta guru-guru lulusan
pesantren, santri-santri, dan jamaah untuk mencari referensi tambahan agar
memperkaya manhaj Sistematika Nuzulul Wahyu.
2.2 Manhaj
Sistematika Nuzulul Wahyu
Al-Alaq :
Pondasi Dalam Ber-Islam
Surat Al 'Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat
Makkiyah. Ayat 1 sampai dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Quran yang
pertama sekali diturunkan, yaitu di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berkhalwat di
gua Hira'. Surat ini dinamai Al 'Alaq (segumpal darah), diambil dari
perkataan Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dinamai
juga dengan Iqra atau Al Qalam.
Pokok-pokok
isinya:
Perintah membaca Al Quran; manusia dijadikan dari segumpal darah;
Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan; manusia
bertindak melampaui batas karena merasa dirinya serba cukup; ancaman Allah
terhadap orang-orang kafir yang menghalang-halangi kaum muslimin melaksanakan
perintah-Nya.

Dalam buku Mencetak Kader tertulis
“Kala itu, wahyu yang turun dan diajarkan oleh Nabi Muhammad baru lima ayat.
Namun orang-orang yang tersentuh langsung berubah keyakinan, pola pikir, dan
cara memandangnya”. Oleh sebab itu Abdullah Said ingin menanamkan kedalam jiwa
tauhid yang benar dengan cara menjadikan pelajaran yang paling utama dan paling
tinggi melibihi semua pelajaran yang lain adalah mempelajari La Ilaha Illallah
Muhammadur Rasulullah. Sebagaimana tertulis dalam buku Mencetak Kader halaman
275 “Sistem pembelajaran ini dianalogikan seperti Nabi mengajar di rumah Arqom
bin Arqom. Di dalamnya terdapat orang tua dan anak-anak, bangsawan dan budak,
senior yunior, semua duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Dan pelajaran
paling utama dan paling tinggi melibihi semua mata pelajaran yang dikenal orang
adalah mempelajari dan meresapi serta menghayati La Ilaha Illallah
Muhammadur Rasulullah

Masih dalam suroh Al-Alaq terutama
ayat 6-7, dalam buku Mencetak Kader dikatakan “ Abdullah Said senantiasa mengontrol
perwatakan warga dan santrinya, khawatir kalau-kalau watak thagha’ (arogansi)
masih bercokol di dalam hati. Ini poin penting, berpijak pada evaluasi terhadap
5 ayat pertama surat Al-Alaq, yakni pada ayat ke-6 dan7, yang diartikan oleh
Abdullah Said dengan “Sekali-kali tidak, karena sesungguhnya manusia itu thaga’
(arogan,sombong). Melihat dirinya serba cukup.”
Memang benar thaga (arogan,sombong) itu harus dikikis
karena itu adalah penyakit hati yang berbahaya, bahkan Rosul pernah bersabda
tentang kesombongan ini.
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud
rodiyallahuanhu, Nabi Shallallahu Alaihi Wassallam beliau bersadba: “Tidak akan
masuk surga orang yang dihatinya bercokol kesombongan meskipun seberat dzarrah.
Seseorang berkata : “Sesungguhnya ada seseorang yang senang jika pakaian dan
alas kakinya bagus. Bagaimana ini?” beliau Shallallahu Alaihi Wassallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha indah dan menyukai keindahan. Yang
dimaksud dengan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang
lain.”
Al-Qalam :
Cita-cita ber-Quran
Surat ini terdiri atas 52 ayat,termasuk golongan surat-surat
Makkiyah,diturunkan sesudah surat Al Alaq.
Nama Al Qalam diambil dari kata Al Qalam yang terdapat pada
ayat pertama surat ini yang artinya pena. Surat ini dinamai pula dengan
surat Nun (huruf nun).
Pokok-pokok isinya:
Pokok-pokok isinya:
Nabi
Muhammad s.a.w., bukanlah orang yang gila melainkan manusia yang berbudi
pekerti yang agung; larangan bertoleransi dibidang kepercayaan; larangan
mengikuti orang-orang yang mempunyai sifat sifat yang dicela Allah; nasib yang
dialami oleh pemilik-pemilik kebun sebagai contoh orang-orang yang tidak
bersyukur terhadap nikmat Allah; kecaman-kecaman Allah kepada mereka yang
ingkar dan azab yang akan menerima mereka; Al Quran adalah peringatan bagi
seluruh ummat.
Pada
suroh ini Abdullah Said banyak menekankan pada ayat ke-2 yaitu:
“berkat
nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila” (Q.S
Al-Qalam(68):2)
Ayat ini merupakan jawaban dari tuduhan orang kafir, ALLAH berfirman:
“Mereka
berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, sesungguhnya kamu
benar-benar orang yang gila” (Q.S Al-Hijr (15) : 6) Kata-kata ini diucapkan oleh orang-orang kafir Mekah kepada Nabi
s.a.w. sebagai ejekan. Dalam buku Mencetak Kader tertulis mengenai ayat ini (Q.S Al-Hijr (15) : 6): “Bukan orang yang ber-Quran yang gila, tapi
sebaliknya orang yang tidak ber-Quran itulah yang gila”. Masih dalam buku
Mencetak Kader tertulis
“Abdullah
Said menggambarkan kondisi manusia yang tidak ber-Quran sebagai manusia yang
dilanda kegilaan. Gila karena tidak normal cara memandang dan pola berpikirnya.
Salah dalam memandang kehidupan ini, misalnya dengan menghabiskan waktu dan
kesempatan untuk hal-hal yang tidak perlu”.
Al-Muzammil:
Ayat-ayat Tazkiyah
Surat Al Muzzammil terdiri atas 20 ayat, termasuk golongan
surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al Qalam. Dinamai Al
Muzzammil (orang yang berselimut) diambil dari perkataan Al Muzzammil
yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang dimaksud dengan orang yang berkemul
ialah Nabi Muhammad s.a.w.
Pokok-pokok
isinya:
Petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan oleh Rasullulah s.a.w. untuk
menguatkan rohani guna persiapan menerima wahyu, yaitu dengan bangun di malam
hari untuk bershalat tahajjud, membaca Al Quran dengan tartil; bertasbih dan
bertahmid; perintah bersabar terhadap celaan orang-orang yang mendustakan
Rasul. Akhirnya kepada umat Islam diperintahkan untuk bershalat tahajjud,
berjihad di jalan Allah, membaca Al Quran, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
membelanjakan harta di jalan Allah dan memohon ampunan kepada Allah s.w.t.
Dalam suroh
Al-Muzammil, Abdullah Said menyebut ada enam amalan yang dapat membersihkan
jiwa menyuburkan iman, amalan itu adalah
1.
Shalat
Lail
2.
Baca
Al-Quran
3.
Zikir
4.
Tawakkal
5.
Sabar
6.
Hijrah
Al-Mudatsir:
Perintah ke Gelanggang (Dakwah)
Surat Al Muddatstsir terdiri atas 56 ayat, termasuk golongan
surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al Muzzammil. Dinamai Al
Muddatstsir (orang yang berkemul) diambil dari perkataan Al Muddatstsir
yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Pokok-pokok isinya perintah untuk mulai berda´wah mengagungkan
Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas
dan bersabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah; Allah akan
mengazab orang-orang yang menentang Nabi Muhammad s.a.w. dan mendustakan Al
Quran; tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang ia usahakan.
Al-Fatihah:
Menuju Islam Kaffah
Surat Al Faatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan
terdiri dari 7 ayat adalah surat yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap
diantara surat-surat yang ada dalam Al Quran dan termasuk golongan surat
Makkiyyah. Surat ini disebut Al Faatihah (Pembukaan), karena dengan
surat inilah dibuka dan dimulainya Al Quran. Dinamakan Ummul Quran
(induk Al Quran) atau Ummul Kitaab (induk Al Kitaab) karena dia
merupakan induk dari semua isi Al Quran, dan karena itu diwajibkan membacanya
pada tiap-tiap shalat. Dinamakan pula As Sab'ul matsaany (tujuh yang
berulang-ulang) karena ayatnya tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat.
Dalam
buku Mencetak Kader tertulis:
“Alhamdulillahi Rabbil-a’lamin”, menurut
Abdullah Said bermakna kalau kita telah memiliki persyaratan Al-Muzammil dan Al Muddatstsir, yang tentu sebelumnya memiliki fondasi iman yang kuat
seperti terkandung dalam Al-Alaq 1-5, serta memiliki cita-cita yang amat suci
me-landingkan Al-Quran di muka bumi ini (Al-Qalam), Allah akan member
rekomendasi sebagai khalifah atau wakil ALLAH di muka bumi.”
http://acowahab.blogspot.com/2012/03/tugas-mata-kuliah-manhaj-sejarah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar