Kalau kita mengamati dengan seksama, perdebatan orang-orang Wahhabi
dengan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, akan mudah kita simpulkan,
bahwa kaum Wahhabi seringkali mengeluarkan vonis hukum tanpa memiliki
dasar ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Bahkan tidak jarang,
pernyataan mereka dapat menjadi senjata untuk memukul balik pandangan
mereka sendiri. Ustadz Syafi’i Umar Lubis dari Medan bercerita kepada
saya.
“Ada sebuah pesantren di kota Siantar, Siamlungun, Sumatera Utara.
Pesantren itu bernama Pondok Pesantren Darus Salam. Setiap tahun, Pondok
tersebut mengadakan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengundang sejumlah ulama dari berbagai daerah termasuk Medan dan Aceh.
Acara puncak biasanya ditaruh pada siang hari. Malam harinya diisi
dengan diskusi. Pada Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahun
2010 ini saya dan beberapa orang ustadz diminta sebagai pembicara dalam
acara diskusi. Kebetulan diskusi kali ini membahas tentang Salafi apa
dan mengapa, dengan judul Ada Apa Dengan Salafi?
Selasa, 03 Juni 2014
Sistematika Nuzulnya Wahyu
Sejarah Sistematika Nuzulul Wahyu
Oleh Aco Wahab
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Sejarah Penggagas Sistematika Nuzulul Wahyu
Sebelum masuk
mengupas sejarah lahirnya sistematika nuzulul wahyu, ada baiknya jika terlebih
dahulu mencoba mengenal pribadi penggagas manhaj sistematika nuzulul wahyu,
agar kita dapat mengetahui latar belakang lahirnya Sistematika Nuzulul Wahyu.
Riwayat Hidup Abdullah Said
Adalah Abdullah
Said penggagas Sistematika Nuzulul Wahyu, dengan nama Muhsin Kahar sebelum
Hijrah ke Balikpapan. Lahir tepat pada hari proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia hari jumat tanggal 17 Agustus 1945 di Lamatti Rilau, salah satu desa
dalam wilayah kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Sulsel).
Beliau pernah
menempuh studi di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Alauddin Makassar. Namun
hanya satu tahun mengikuti kuliah, lalu berhenti. Dalam buku Mencetak Kader
yang ditulis oleh Alm. Mansur Salbu “ sekedar mendapat predikat sarjana? Bukan
itu yang diperlukan. Walaupun pada waktu itu title sarjana sangat mahal, bisa
membuat orang besar kepala. Bagi Muhsin Kahar, lebih tepat kalau aktif di
organisasi, giat berdakwah, dan gencar membaca. Itulah yang menjadi alasannya
sehingga meninggalkan bangku kuliah.
Hati atau Jantung?
Umumnya banyak yang memaknai hadits ini dengan hati, tetapi yang tepat mungkin jantung.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak/sakit maka sakitlah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak/sakit maka sakitlah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu)
Hati, Antara Kalbu dan Fuad
OLEH: AGUS MUSTOFA
HATI adalah istilah yang sering disebut Alquran ketika berbicara tentang keimanan dan spiritualitas. Bahwa, orang-orang beriman adalah mereka yang hatinya bergetar ketika mendengar nama Allah disebut, atau ketika ayat-ayat Alquran dibacakan kepadanya. Bagaimanakah kita memahami hati terkait dengan upaya peningkatan spiritualitas selama Ramadan ini?
Dalam bahasa Arab istilah “hati” sebenarnya bersumber pada dua kata: Kalbu dan Fuad. Sayangnya, karena keterbatasan kosa kata dalam bahasa Indonesia, kedua kata tersebut diterjemahkan sama, menjadi ”hati”. Padahal, keduanya memiliki penekanan makna yang berbeda. Kalbu lebih menunjuk kepada sosok lahiriah dari hati, sedangkan fuad lebih mengacu kepada hati yang bersifat batiniah.
Karena itu, kita harus hati-hati dan cermat menangkap maknanya, sesuai dengan konteks ayat atau kalimat hadits yang kita jadikan rujukan. Misalnya, hadits berikut ini. Alaa wainna fiil jasadi mudhghatan idzaa shalahat shalahal jasadu kulluhu waidzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu alaa wahiyal kalbu - “Ketahuilah bahwasanya pada setiap tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik, akan baiklah seluruh anggota tubuhnya. Namun apabila dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuhnya. Ketahuilah bahwasanya segumpal daging itu adalah kalbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
HATI adalah istilah yang sering disebut Alquran ketika berbicara tentang keimanan dan spiritualitas. Bahwa, orang-orang beriman adalah mereka yang hatinya bergetar ketika mendengar nama Allah disebut, atau ketika ayat-ayat Alquran dibacakan kepadanya. Bagaimanakah kita memahami hati terkait dengan upaya peningkatan spiritualitas selama Ramadan ini?
Dalam bahasa Arab istilah “hati” sebenarnya bersumber pada dua kata: Kalbu dan Fuad. Sayangnya, karena keterbatasan kosa kata dalam bahasa Indonesia, kedua kata tersebut diterjemahkan sama, menjadi ”hati”. Padahal, keduanya memiliki penekanan makna yang berbeda. Kalbu lebih menunjuk kepada sosok lahiriah dari hati, sedangkan fuad lebih mengacu kepada hati yang bersifat batiniah.
Karena itu, kita harus hati-hati dan cermat menangkap maknanya, sesuai dengan konteks ayat atau kalimat hadits yang kita jadikan rujukan. Misalnya, hadits berikut ini. Alaa wainna fiil jasadi mudhghatan idzaa shalahat shalahal jasadu kulluhu waidzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu alaa wahiyal kalbu - “Ketahuilah bahwasanya pada setiap tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik, akan baiklah seluruh anggota tubuhnya. Namun apabila dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuhnya. Ketahuilah bahwasanya segumpal daging itu adalah kalbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Membedah Landasan Filosofis Kurikulum 2013, Manusia ialah Tujuan Akhir Pendidikan
sumber: http://mjeducation.com/membedah-landasan-filosofis-kurikulum-2013-manusia-ialah-tujuan-akhir-pendidikan/
oleh Nugroho Angkasa
Selasa pagi (28/5/2013) matahari bersinar cerah. Jam tangan masih menunjuk pukul 09.30 WIB tapi puluhan hadirin peserta diskusi telah memadati ruang Dinamika Edukasi Dasar (DED) di Jalan Gejayan – Affandi, Gang. Kuwera 14 Mrican, Depok, Sleman, Yogyakarta. Sembari menanti pengunjung bisa membaca buku-buku di perpustakaan dan menikmati jajanan pasar serta teh hangat yang telah disediakan oleh panitia. Tepat pukul 10.00 WIB acara “Seri Diskusi Pemikiran Pendidikan” pun dimulai. Acara yang digelar rutin setiap dua bulan sekali tersebut hasil kerja sama DED dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Kali ini tema yang diangkat masih hangat, yakni “Membedah Landasan Filosofis Kurikulum 2013”.
oleh Nugroho Angkasa
Selasa pagi (28/5/2013) matahari bersinar cerah. Jam tangan masih menunjuk pukul 09.30 WIB tapi puluhan hadirin peserta diskusi telah memadati ruang Dinamika Edukasi Dasar (DED) di Jalan Gejayan – Affandi, Gang. Kuwera 14 Mrican, Depok, Sleman, Yogyakarta. Sembari menanti pengunjung bisa membaca buku-buku di perpustakaan dan menikmati jajanan pasar serta teh hangat yang telah disediakan oleh panitia. Tepat pukul 10.00 WIB acara “Seri Diskusi Pemikiran Pendidikan” pun dimulai. Acara yang digelar rutin setiap dua bulan sekali tersebut hasil kerja sama DED dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Kali ini tema yang diangkat masih hangat, yakni “Membedah Landasan Filosofis Kurikulum 2013”.
Langganan:
Postingan (Atom)