BEBERAPA waktu lalu, umat Islam sempat dihebohkan oleh ulah lima orang siswi sebuah sekolah di Sulawesi Tengah yang tanpa rasa bersalah mempermainkan gerakan shalat dengan musik dan joget-joget.
Mungkin itu hanya sebuah keisengan, tetapi tidak mungkin orang yang bisa berpikir sehat terbesit pikiran untuk berbuat iseng yang di luar kewajaran.
“You are what you talk”, artinya orang akan berkata dan bertindak sesuai dengan isi pikiran dan pemahaman hatinya. Manakala pikiran dan hatinya tidak sehat, bisa dipastikan, ucapan dan tindakannya akan keluar dari kewajaran bahkan kebenaran.
Oleh karena itu, seorang Muslim seharusnya menyaring apa yang layak dilihat, didengar, dan diperhatikan. Tentu atas landasan Islam, bukan persepsi pribadi.
Selektif Melihat Hiburan
Peristiwa siswi SMU ini lebih tepat jika kita jadikan ibrah dengan berharap para pelaku menyadari kekeliruannya dan berusaha untuk menjadi Muslimah yang sholehah. Ada adagium berkata seperti ini, “Kebatilan yang ditayangkan berulang-ulang, pada akhirnya akan menjadi kebenaran”.
Dahulu, jangankan memakai rok mini, menggunakan celana panjang saja seorang perempuan sudah sangat malu. Karena budaya kala itu umumnya kaum perempuan menggunakan rok panjang. Tetapi saat ini sudah tidak masalah. Maka seketika budaya masyarakat pun sebagian mulai berubah, sudah tidak sedikit perempuan yang ‘gemar’ menggunakan rok mini.
Apa penyebab pergeseran atau tepatnya perubahan budaya seperti itu? Tidak lain adalah karena hiburan; film, musik, sinetron, konser, dan lain sebagainya.
Seorang Muslim yang sering melihat hiburan tanpa selektif, bisa dipastikan akan mengalami pergeseran cara berpikir. Apalagi kalau hal itu dilakukan sejak kecil. Di sinilah mungkin satu sebab utama terjadi, mengapa masih banyak kaum Muslimah yang belum bersegera berhijab.
Selain itu juga berita. Media massa sekarang, umumnya kurang begitu memperhatikan aspek etika. Asalkan populer maka akan ditayangkan.
Tidak berhenti di situ, di mana ada komunitas remaja yang bergaya ala berita populer itu pun media makin ramai ‘membicarakan’.
Ketika dilihat oleh orang dewasa, mungkin berita ringan semacam itu tidak begitu berpengaruh. Tetapi bagi seorang remaja, berita itu bisa menjadi sebuah tuntunan. Buktinya, coba perhatikan gaya berjoget lima siswi yang iseng mempermainkan gerakan sholat. Mustahil mereka bisa berjoget seperti itu jika tidak sering melihat gerakan yang serupa.
Tetapi inilah dunia sekarang, kata almarhum da’i sejuta ummat, Zainuddin MZ, sekarang dunia sudah terbolak-balik. “Tuntunan jadi tontonan dan tontonan jadi tuntunan,” ujarnya.
Rasulullah pernah bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongannya. “ (HR. Ahmad).
Artinya, orang meniru itu karena ada ketertarikan. Nah, siapa tertarik apa atau siapa, berarti hati dan pikirannya sama. Dalam konteks seperti itu, seorang Muslim bisa melakukan apa yang disukainya tanpa peduli dengan aturan agama.
Di sini tugas para orangtua, guru dan tokoh masyarakat mengingatkan kaum remaja agar selektif dalam melihat hiburan, sehingga mereka tidak tertarik pada hal-hal yang bisa merusak agama dan kepribadiannya. Di samping itu juga harus memberikan pengertian dan pemahaman mana hiburan yang boleh dilihat dan mana yang tidak. Apalagi, perkembangan teknologi akan semakin canggih dan massif.
Di sisi lain, remaja zaman sekarang, relatif tidak begitu mengerti soal agama. Dalam 24 jam, nyaris sisa waktu di luar sekolah umumnya digunakan untuk nonton, browsing, chatting, dan lain sebagainya. Sama sekali belum ada indikasi yang menunjukkan ada minat belajar yang tinggi kaum remaja terhadap ajaran agamanya sendiri, Islam.
Perdalam Pemahaman Keislaman
Satu-satunya cara agar generasi muda kita selamat dari berpikir, berbicara dan bertindak tidak wajar adalah dengan cara memperdalam pemahaman keislaman. Inilah yang dibuktikan sejarah.
Mengapa seorang Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi ilmuwan yang diakui Nabi. Tidak lain dan tidak bukan karena semangat belajar keislaman yang sangat tinggi.
Begitu pula dengan Ibn Abbas. Mengapa pemuda belia itu selalu diajak Khalifah Umar bin Khathab dalam setiap musayawarah untuk mengambil keputusan strategis, tidak lain karena kualitas Ibn Abbas yang sangat expert dalam kajian al-Qur’an.
Remaja yang seperti itu pasti tidak akan tertarik untuk melihat hiburan yang tidak mendidik. Selain akan merusak konsentrasi juga mengurangi ketajaman berpikir dan kebeningan hati. Jangankan sengaja melihat hal-hal yang mempertontokan aurat, sekilas melihat saja pengaruhnya sudah sangat merusak.
Pernah Imam Syafi’i bertutur bahwa dirinya tidak sengaja melihat betis seorang wanita. Seketika hafalan al-Qur’annya terganggu. Bayangkan, jika remaja kita setiap hari nonton hal-hal yang merusak kebeningan hatinya. Jangankan melihat aurat sekedar banyak makan saja, minat belajar akan terganggu, konsentrasi akan melemah dan daya pikir semakin berkurang.
Imam Syafi’i tidak pernah makan kenyang selama 16 tahun. Pernah sekali makan kenyang seumur hidup, itu pun sangat disesalinya. Sementara kalau kita melihat televisi, internet, dan berbagai macam media lainnya, kita disuguhi berbagai macam iklan supaya banyak makan, banyak main, beli ini, beli itu. Akhirnya lupa ibadah, enggan membaca al-Qur’an.
Ketika seseorang sudah mulai longgar dalam hal ibadah, membaca al-Qur’an juga sudah mulai enggan dan ogah-ogahan, maka saat itu bisa dipastikan, cara berpikirnya sudah pasti akan terganggu alias kurang sehat.
Jika tidak segera diperbaiki, kemudian justru semakin banyak melihat hal-hal yang tidak menyehatkan akal dan hati, bisa dipastikan jiwa seorang Muslim akan sakit terus menerus. Inilah yang banyak menimpa anak-anak remaja kita. Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, mari perdalam pemahaman keislaman kita dan hindarilah hiburan yang merugikan iman.*/Imam Nawawi
http://www.hidayatullah.com/read/28299/25/04/2013/berpikir-sehat-sumber-segala-kebahagiaan.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar